KUTAI TIMUR – Kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di lingkungan pendidikan Kutai Timur kembali mencuat dan mendapat perhatian serius dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur, Yan. Anggota Komisi D DPRD Kutim ini mengungkapkan kekhawatirannya atas tindakan asusila yang terjadi, khususnya di lembaga-lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren.
Dalam pernyataannya pada Kamis, 3 Oktober 2024, Yan mengutuk keras tindakan tersebut, terutama karena melibatkan tenaga pendidik yang seharusnya menjadi panutan dan pelindung bagi anak didik. “Kami sangat menyayangkan kejadian ini, karena tenaga pendidik yang mestinya menjaga dan mendidik malah melakukan hal tidak senonoh,” tegasnya.
Yan juga menekankan pentingnya memastikan agar tidak ada opini miring atau intervensi yang memandang kasus ini sebagai diskriminasi atau kriminalisasi terhadap guru atau tenaga pendidikan. Menurutnya, kasus ini murni merupakan pelanggaran hukum yang harus ditangani dengan tegas.
Lebih jauh, Yan menyampaikan kekecewaannya bahwa peristiwa serupa bahkan terjadi di pondok pesantren, yang seharusnya menjadi tempat pendidikan agama dan pengajaran nilai-nilai moral. “Guru agama seharusnya memberikan teladan yang baik, bukan sebaliknya melakukan tindakan kekerasan seksual,” ujarnya.
Ia mendesak agar para pelaku yang terbukti bersalah, baik itu guru atau tenaga pendidikan lainnya, diberikan hukuman yang adil dan setimpal. “Jangan ada perlakuan pilih kasih. Pelanggaran ini mencoreng dunia pendidikan dan merusak mental anak-anak. Pelaku harus ditindak tegas,” imbuh Yan.
Yan berharap Peraturan Daerah (Perda) yang telah disusun dan disosialisasikan di Kutai Timur, khususnya mengenai perlindungan anak dan perempuan, dapat segera diimplementasikan secara efektif untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. “Kutim sudah memiliki peraturan terkait perlindungan anak dan perempuan, tinggal bagaimana kita mengimplementasikannya dengan maksimal,” tutupnya.(adv)