KALTIMKORANSERUYA – Pemanfaatan teknologi digital, khususnya media sosial, dinilai sebagai kunci transformasi sektor pariwisata di Samarinda.
Hal ini disampaikan oleh Abdul Giaz, anggota Komisi II DPRD Kaltim, yang menilai bahwa langkah konkret untuk mendongkrak industri pariwisata saat ini tidak bisa lagi mengandalkan pola promosi konvensional.
“Kalau ingin orang tertarik, kita harus tampil dulu. Gunakan sosial media untuk menunjukkan apa yang kita punya,” ujarnya, Senin (2/6/25).
Menurut Giaz, eksposur menjadi titik awal perubahan. Ia menekankan bahwa kekayaan alam Samarinda, mulai dari sungai, taman kota, hingga kuliner khas, bisa menjadi daya tarik utama jika diolah secara visual dan dipublikasikan secara konsisten di platform digital.
Ia menyoroti kurangnya representasi Samarinda dalam lanskap digital nasional, bahkan global. Meski memiliki potensi wisata yang melimpah, kota ini belum banyak muncul dalam bentuk konten visual yang menarik.
“Kita tidak perlu menunggu semuanya sempurna. Orang tertarik karena mereka melihat. Kalau kita diam, siapa yang tahu Samarinda punya Sungai Mahakam yang luar biasa?” katanya.
Sungai Mahakam, lanjut Giaz, adalah contoh konkret dari aset yang bisa diubah menjadi ikon pariwisata. Bukan sekadar jalur transportasi, ia membayangkan sungai itu menjadi pusat aktivitas wisata, mulai dari festival air hingga kuliner terapung.
“Balikpapan bisa bangga dengan pantainya, kenapa kita tidak bisa lakukan hal yang sama dengan Mahakam. Tinggal kemauan dan cara promosinya,” tegasnya.
Giaz juga menyoroti minimnya kebanggaan terhadap wisata lokal. Ia menilai bahwa sebagian besar masyarakat lebih mengenal destinasi luar daerah dibandingkan pesona alam Kaltim sendiri.
“Kadang kita terlalu sibuk melihat luar, sampai lupa bahwa tempat-tempat seperti Berau itu sudah kelas dunia,” jelasnya.
Namun demikian, ia tidak menutup mata bahwa tantangan masih ada, terutama dalam hal akses dan infrastruktur.
Meski begitu, promosi digital dinilainya bisa menjadi pemicu bagi hadirnya perhatian lebih dari pemangku kebijakan dan pelaku usaha.
“Kalau narasi itu dibangun dengan konsisten, bukan tidak mungkin investor datang, infrastruktur dibangun, dan ekonomi lokal bergerak. Tapi semua itu mulai dari bagaimana kita bercerita,” pungkasnya.
RF (ADV DPRD KALTIM)