KALTIMKORANSERUYA.COM – Rencana pembangunan Kantor Kelurahan Berbas Pantai dipastikan batal dibangun tahun ini. Lurah Berbas Pantai Deden Supriadi menuturkan, tertundanya pembangunan kantor lurah itu dikarenakan terkendala masalah lahan. Salah seorang warga menggugat lahan tersebut dan mengklaim sebagai pemilik yang sah.
“Tidak bisa terealisasi tahun ini. Karena lahannya masih bermasalah dan masih dalam proses peradilan,” ujarnya
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris menyebut Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang tidak cermat dalam melakukan pencatatan seluruh aset daerah. Sehingga, berakibat pada tertundanya pembangunan pembangunan kantor Kelurahan Berbas Pantai.
“Sayang sekali, artinya ini Pemkot melalui dinas terkait tidak mendata aset yang dimiliki dengan baik,” Ujar AH sapaan akrabnya, Jum’at (26/5/2023).
Selain itu, diungkapkan AH rencana pembangunan itu sudah selesai tahap perencanaan dengan jumlah anggaran yang dikeluarkan cukup besar sebesar Rp 200 juta. Adapun anggaran perencanaan itu dialokasikan menggunakan APBD.
“Padahal tinggal eksekusi pembangunan Tapi ternyata ada gugatan. Berarti pemerintah kurang jeli, kok bisa merencanakan, tapi tidak tahu keabsahan status kepemilikan lahan itu,” ungkapnya.
Politikus Partai Gerindra ini pun meminta agar dinas terkait segera berkordinasi terkait kejelasan status lahan itu. Pasalnya, anggaran untuk pembangunan kantor Kelurahan Berbas Pantai sudah ditetapkan.
“Kordinasi lagi seperti apa kejelasan lahan itu sebelum dibangun. Apalagi sudah selesai tahap perencanaan,” terangnya.
Sementara itu, dilansir dari bontangpost.id Humas Pengadilan Negeri Bontang I Ngurah Manik Sidartha mengatakan, Pendaftaran gugatan di Pengadilan Negeri Bontang ini terjadi pada 7 Maret silam. Dengan nomor perkara 14/Pdt.G/2023/PN Bon.
Penggugat mengklaim sebagai pemilik lahan yang sah atas sebidang tanah yang terletak di RT 23 Kelurahan Berbas Pantai. Dengan ukuran luasan 1.045,5 meter persegi. Batas-batasnya sebelah utara ialah jalan Umum yang dahulu milik Edo, sebelah timur lahan milik Pemkot dahulu Edo, sebelah selatan pinggir laut atau bakau, serta sebelah barat Pemkot dahulu Abubakar Sidik.
“Penggugat mengklaim memiliki bukti akta jual beli No.23/PPAT/BTG/1982 tertanggal 11 Pebruari 1982 sah dan berharga,” ungkap Manik Sidartha.
Penggugat juga meminta ganti rugi senilai Rp 2.613.750.000. Ditambah biaya kerugian materiil sebesar Rp 1 miliar. Serta membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.1.000.000.
“Mediasi sudah dilakukan tetapi tidak berhasil, Rencananya proses peradilan akan masuk tahapan replik penggugat,” tandasnya.(Adv)