KALTIMKORANSERUYA.COM – Indonesia menerima pembayaran pertama sebesar 209 juta dolar AS (Rp320 miliar) untuk kegiatan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) atau pengurangan emisi dan deforestasi dan degradasi hutan di Kalimantan Timur pada, Selasa 8 November 2022.
Ini merupakan hasil kesepakatan pada penandatanganan Emission Reduction Payment Agreement (ERPA) antara Pemerintah Indonesia dengan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Bank Dunia.
Indonesia adalah negara pertama di Kawasan Asia Timur Pasifik yang menerima Pembayaran Berbasis Kinerja (Performance-based Payment) dan program FCPF Pembayaran secara penuh diberikan setelah finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga (auditor indenden)
Pembayaran pertama tersebut akan digunakan sesuai dengan rencana yang tercantum pada Dokumen Benefit Sharing Plan (BSP) yang telah disusun oleh Pemerintah Indonesian disampaikan ke FCPF pada Oktober 2021 lalu mengacu pada dokumen tersebut.
Pembagian manfaat akan diberikan secara konsultatif, transparan dan partisipatif untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan terkait dapat memperoleh manfaat dari pembayaran pengurangan emisi.
Pembayaran akan diberikan kepada pihak-pihak yang berkontribusi pada kegiatan pengurangan emisi di Kalimantan Timur, dan level Pusat (KLHK), pemerintah daerah, sampai ke level tapak (masyarakat).
“Program ini memberikan peluang bagi pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor bisnis, dan masyarakat untuk bersama-sama melindungi hutan Indonesia, dan menjadi pengakuan atas keberhasilan Indonesia dalam mengurangi deforestasi dan degradasi hutan,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) Siti Nurbaya, Selasa (8/11/2022).
Ini merupakan langkah awal pihaknya untuk mengelola hutan secara berkelanjutan akan terus dilakukan untuk mencapai target pengurangan emisi yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris, mengatasi dampak perubahan iklim dan menempatkan Indonesia di jalur pembangunan hijau
“Pengurangan emisi di Kalimantan Timur berhasil dicapai melalui beberapa perubahan kebijakan termasuk peningkatan tata kelola dan pemantauan hutan, restorasi ekosistem seperti pada lahan gambut dan mangrove, moratorium secara permanen untuk konversi lahan gambut dan hutan primer, program-program untuk memberikan kejelasan terkait kepemilikan lahan dan mendorong penghidupan bagi masyarakat pedesaan melalui program perhutanan sosial pemerintah dan kemitraan di sekitar kawasan konservasi,” ujarnya lagi.
Sementara itu, Gubernur Kaltim, Isran Noor mengatakan, masyarakat di Kaltim adalah jantung dan pengelolaan lahan dan hutan yang berkelanjutan. Untuk itu pemerintah akan memastikan semua pihak mendapatkan manfaat, terutama masyarakat setempat, termasuk masyarakat adat, dan hasil jangka panjang program dan pembayaran ini.
“Termasuk mata pencaharian yang lebih baik, hutan yang lebih sehat dan masyarakat yang lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim,” kata Gubernur Isran.
Diharapkan program ini akan menarik sumber pembiayaan lain karena kami berkomitmen untuk mengurangi emisi-GRK dan deforestasi dan degradas hutan dalam jangka panjang.
Pembayaran ini akan membangun kepercayaan terhadap sistem pembayaran berbasis kinerja di tingkat internasional dan nasional sebagai perangkat penting untuk mendorong mitigasi perubahan iklim ujar Satu Kahkonen, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste.
“Kami menghargai penurunan laju deforestasi yang berhasil dilakukan oleh Indonesia selama lima tahun terakhir dan kami berupaya untuk terus mendukung transisi menuju ekonomi hijau,” sebut Isran. (ADV/DISKOMINFOKALTIM)