KALTIMKORANSERUYA — Kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan di Kalimantan Timur kembali mencuat, menyusul tingginya laju deforestasi dalam beberapa tahun terakhir.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menyatakan bahwa kondisi tersebut telah memasuki fase darurat dan tidak bisa lagi dianggap sebagai isu lokal semata.
Menurut Sapto, kerusakan hutan di Kaltim sudah berdampak pada perubahan iklim yang lebih luas, sehingga diperlukan tanggapan serius dari berbagai pihak, baik pemerintah, pelaku industri, maupun masyarakat.
Ia menekankan bahwa penyelamatan lingkungan harus menjadi prioritas bersama yang dilandasi kesadaran akan pentingnya keberlanjutan.
“Hutan Kalimantan bukan hanya milik kita, tapi juga bagian dari ekosistem dunia. Jika kita abai, maka kerusakannya akan dirasakan oleh banyak negara,” ujarnya, Rabu (7/5/25).
Ia mendorong sinergi antara pemerintah daerah dan pusat untuk menyusun langkah-langkah pemulihan hutan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bagi Sapto, kolaborasi menjadi kunci keberhasilan, apalagi jika ditopang oleh kebijakan yang berpihak pada pelestarian lingkungan, bukan sekadar angka pertumbuhan ekonomi.
Ia juga menyinggung peran industri ekstraktif yang selama ini beroperasi di wilayah hutan. Sapto menilai, sudah saatnya korporasi menanggung tanggung jawab sosial dan ekologis atas dampak dari aktivitas mereka.
“Keuntungan tidak bisa terus dinikmati sepihak. Mereka yang mengeruk sumber daya alam harus ikut serta memperbaiki lingkungan yang rusak,” katanya.
Lebih lanjut, Sapto mengusulkan audit menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan yang mengelola kawasan hutan di Kaltim. Audit ini dinilai penting sebagai dasar penilaian objektif terhadap komitmen korporasi dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan lingkungan.
Ia pun menyayangkan jika isu pelestarian hutan hanya menjadi wacana musiman yang hilang begitu saja usai pertemuan atau konferensi. Menurutnya, komitmen terhadap lingkungan harus ditunjukkan lewat kebijakan yang konsisten dan pelaksanaan yang nyata di lapangan.
“Jika kita terus menunda, maka yang diwariskan ke anak cucu bukan lagi hutan, melainkan krisis yang sulit diperbaiki,” tutupnya.
RF (ADV DPRD KALTIM)