KALTIMKORANSERUYA — Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim bekerja sama dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan International Labour Organitation (ILO) melakukan penguatan kapasitas teknis dan perencanaan strategis bersama perusahaan di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa (24/10).
Dalam sambutannya, Ahmad Muzakkir Kepala Dinas Perkebunan Kaltim menyampaikan pengelolaan perkebunan berkelanjutan, peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), baik secara teknis dan strategi perencanaan amat diperlukan.
Pembangunan usaha perkebunan, tambah Muzakkir, selain untuk memberikan manfaat ekonomi yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, juga mesti memerhatikan perlindungan lingkungan.
“Perlindungan yang dimaksud yaitu dengan menjaga dan mengelola Area dengan Nilai Konservasi Tinggi (ANKT), yang merupakan lahan memiliki nilai biologis, ekologis, sosial atau kultural,” paparnya.
“Alasannya, berbagai nilai ini amat penting, baik di tingkat tapak, daerah, nasional atau global sesuai dengan Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 7 Tahun 2018 dan Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 12 Tahun 2021,” tambah Muzakkir.
Dia juga bilang bahwa industri perkebunan kelapa sawit dinilai penting terhadap perekonomian Kalimantan Timur oleh sebab itu Pemprov Kaltim berupaya mewujudkan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan di sektor kelapa sawit guna meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh di sektor tersebut.
“Ini dikarenakan sektor kelapa sawit identik dengan pekerjaan yang menyerap banyak tenaga kerja di semua tingkatan pendidikan,” terang Kadis.
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang menyerap biaya cukup besar sehingga perlu upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi.
Salah satu cara mengukur efisiensi tenaga kerja dengan menghitung produktivitas kerja, di mana produktivitas kerja merupakan perbandingan antara tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan produksi dalam satuan waktu tertentu,
“Dan saat ini tenaga kerja perkebunan di Kalimantan Timur mencapai Rp. 319 ribu pada Perkebunan Besar Sawit (PBS), belum termasuk pekerja perkebunan rakyat yang ada,” jelasnya.
Muzakkir mengemukakan, kebutuhan tenaga kerja perkebunan kelapa sawit dipengaruhi oleh luas kebun, jenis pekerjaan, topografi dan iklim, teknologi, komposisi/umur tanaman.
“Untuk itu pengelolaan tenaga kerja harus memperhatikan fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan tenaga kerja penting untuk dilakukan dalam menjamin terlaksananya pekerjaan dengan baik.”
Pekerjaan dalam pemeliharaan cukup banyak memerlukan biaya dan tenaga, dan merupakan syarat untuk mendapatkan tanaman yang baik. Selain itu, kata dia, kegiatan perkebunan kelapa sawit berfluktuasi sepanjang tahun, karena adanya pekerjaan yang berkaitan dengan musim, lahan, curah hujan, dan bulan panen puncak dan panen rendah.
“Oleh karenanya perlu peningkatan kapasitas tenaga kerja perkebunan agar menghasilkan tenaga kerja yang cermat, efektif dan efisien. Diibaratkan bahwa Tenaga kerja itu adalah perangkat lunak yang harus selalu dilakukan upgrade, agar pengelolaanya dapat memenuhi kaidah-kaidah yang telah dipersyaratkan,” pungkasnya. (Adv)