KALTIMKORANSERUYA – Belum lama ini, Presiden Joko Widodo meneken PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Dalam aturan itu, khususnya Pasal 103 mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja.
Mengacu pada ayat tersebut, penyediaan alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan sistem reproduksi untuk usia sekolah dan remaja. Tidak sedikit yang beranggapan pasal ini ibarat justifikasi atas seks bebas di kalangan remaja.
Mengetahui hal itu, Kepala Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan (PSDK) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bontang, Akhmad Hamid Nurudin turut angkat bicara.
Menurutnya, meskipun peraturan itu mengundang kontroversi di tengah masyarakat, namun tetap perlu dilihat sebagai upaya untuk memenuhi hak anak.
“PP inikan untuk yang sudah menikah, sementara usia pelajar berdasarkan UU Perkawinan kan belum boleh menikah. Tapi faktanya kan tadi ada hal-hal yang akhirnya membuat sejumlah pelajar akhirnya menikah karena terjadi hal yang tidak diinginkan itu,” ucapnya saat ditemui, Senin (19/8/2024).
“Kan orang yang sudah ‘kecelakaan’ ga boleh sekolah, melanggar HAM juga itu, kalau mereka ga boleh sekolah,” tambahnya.
Lanjut, Hamid juga mengatakan bahwa masyarakat perlu membaca dan mengkaji lebih cermat terkait aturan tersebut, baru kemudian menilai.
“Kadang-kadang kan hal begini, ramai diluar tapi ga tau isinya,” ujarnya.
Ia mengungkapkan penyediaan alat kontrasepsi tersebut tidaklah ditujukan untuk mendukung terjadinya seks bebas, sebagaimana spekulasi yang ramai berkembang di sosial media.
“Dipikir aturan ini melegalkan seks bebas, padahal ga gitu. Saya rasa bukan tujuannya untuk melegalkan seks bebas,” pungkasnya. (adv)