KALTIMKORANSERUYA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang sebagai tersangka dugaan korupsi berupa suap dalam proyek pengadaan jalan di Kalimantan Timur. Semuanya langsung ditahan untuk kepentingan penyidikan.
Penetapan tersangka itu merupakan lanjutan proses hukum Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan sebelumnya di Kalimantan Timur.
“Untuk kepentingan dan kebutuhan penyidikan, penyidik melakukan penahanan para tersangka untuk 20 hari,” ucap Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers, Sabtu dini hari (25/11).
Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka antara lain Direktur CV Bajasari, Nono Mulyatno; Pemilik PT Fajar Pasir Lestari, Abdul Nanang Ramis; staf PT Fajar Pasir Lestari, Hendra Sugiarto; Kepala Satuan Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional, Rahmat Fadjar; dan Pejebat Pembuat Komitmen, Riado Sinaga.
Nono Mulyanto, Abdul Nanang dan Hendra Sugiarto selaku pihak pemberi dijerat pasal 5ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Rahmat dan Riado dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Riwayat Suap Pengadaan Jalan
Kasus berawal dari penganggaran pengadaan jalan nasional wilayah I di Provinsi Kalimantan Timur yang bersumber dari APBN.
Proyek dimaksud terkait peningkatan Jalan Simpang Batu-Laburan dengan nilai Rp49,7 miliar dan preservasi Jalan Kerang-Lolo-Kuaro dengan nilai Rp 1,1 miliar.
Tiga tersangka dari pihak swasta lalu melakukan pendekatan dengan janji pemberian uang kepada tersangka Riado Sinaga dan Rahmat Fadjar. Keduanya setuju.
Dalam prosesnya, Rahmat memerintahkan Riado memenangkan perusahaan milik tiga tersangka lainnya. Dilakukan dengan memodifikasi dan memanipulasi beberapa item yang ada di aplikasi e-Katalog LKPP.
Usai memenangkan perusahaan milik tiga tersangka, Rahmat mendapat keuntungan 7 persen, sementara Riado diberi keuntungan 3 persen dari nilai proyek yang disepakati.
Pemberian uang dilakukan bertahap. Pada Mei 2023 sebesar Rp 1,4 miliar dan digunakan di antaranya untuk acara Nusantara Sail 2023.
Mengetahui fakta OTT ini, Penjabat Gubernur Kaltim Akmal Malik tidak punya banyak komentar. Dia hanya bilang bahwa penegakan hukum di mana pun berada mesti tetap dijalankan.
“Itu kan penegakan hukum. Penegakan hukum itu kan nggak perlu gubernur di sana atau di manapun, hukum harus tetap berjalan,” ungkap Akmal Malik.
Dia mengaku bahwa pihaknya telah memperoleh informasi terkait kasus tindak pidana korupsi yang diduga melibatkan para pegawai Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim, Direktorat Bina Marga Kementerian PUPR dan kontraktor asal Paser tersebut.
“Saya juga sudah konfirmasi ke kepala dinas saya di provinsi yang menerangkan bahwa proyek itu dikerjakan oleh balai (BBPJN, red). Jadi, kalau balai berarti bukan di provinsi,” terangnya.
“Saya intinya tidak mau mendahului proses hukum, nggak boleh. Biarkan penyidik bekerja. Ini kan ranahnya penegak hukum. Saya tidak dapat mengatakan apapun terkait ini. Saya hanya bisa mengatakan biar saja penyidik bekerja,” ungkapnya.
Dalam hal ini pihaknya juga menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk menangani kasus tersebut. “Pastinya penyidik memiliki kapasitas yang bagus untuk itu. Kita tunggu saja,” pungkas Akmal. (*)