KALTIMKORANSERUYA — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) Salehuddin menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim tak serius mengelola museum dan situs sejarah.
Hal itu dia ungkapkan saat ditemui di DPRD Kaltim usai melaksanakan Rapat Paripurna ke-42, Kamis (23/11/2023) siang.
“Kalau saya lihat memang goodwill-nya belum maksimal. Itu bisa kita lihat dari beberapa tahun terakhir, porsi-porsi pembiayaan terutama terkait dengan pembinaan dan pengembangan kebudayaan di tubuh dinas terkait, itu sangat kecil,” beber Salehuddin.
“Kedua instrumen maupun personal yang mengampuh di bidang itu memang betul-betul tidak diberi kekhususan atau stressing pengembangan. Termasuk juga di beberapa unit pelaksana teknis (UPT), museum misalnya sampai saat ini goodwill-nya tidak begitu maksimal,” tambahnya.
Dengan adanya kondisi ini, Anggota Komisi IV DPRD Kaltim itu melayangkan harap agar pihak terkait, khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tidak hanya memberi perhatian besar semata-mata pada sektor pendidikan, tetapi juga kebudayaan.
“Harapannya ke depan, rekomendasi dari Komisi IV itu sudah jelas, bagaimana porsi kebijakan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tidak hanya melulu fungsi pendidikan, tetapi juga pada aspek kebudayaan,” serunya.
“Kemudian juga bagaimana UPT betul-betul ditumbuh kembangkan lagi jangan sampai seolah jadi pelengkap saja. Saya pikir dari sisi bagaimana mengembangkan instrumen itu sampai pada proses peningkatan kualitas dan pengembangan seni budayanya, itu juga harusnya dipercepat,” tambahnya menerangkan.
Lebih jauh, Salehuddin membeberkan justru Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di berbagai kota/kabupaten yang serius menangani persoalan ini. Lantaran tidak ditindaklanjuti Pemprov Kaltim, Salehuddin pun tidak bosan-bosannya menegaskan agar rekomendasi yang dilayangkan oleh pihaknya, dalam hal ini komisi IV, tetap harus dijalankan.
“Saya lihat di beberapa Dinas Pendidikan Kebudayaan kabupaten kota lebih maksimal melakukan proses pembinaan itu. Tapi justru kita lihat di provinsi tidak maksimal. Harus diperhatikan lah karena beberapa kali kami sudah rekomendasikan tapi tidak ada tindak lanjut,” ungkapnya.
Dia juga mengatakan, Jumat (24/11/2023) akan ada pertemuan membahas salah satu museum di Benua Etam, Museum Mulawarman, untuk dilakukan pengembangan dan pendampingan.
Pihaknya mengharapkan usai pertemuan itu sudah akan ada langkah-langkah konkret dan stimulasi untuk kembali memberi perhatian kepada museum-museum di berbagai wilayah. Karena baginya, museum adalah wadah untuk mengilustrasikan peradaban.
“Tapi insyaallah besok kita akan lakukan diskusi dan pendampingan terkait dengan revitalisasi museum Mulawarman. Mudah-mudahan beberapa hal terkait dengan pengembangan museum bisa maksimal. Itu bagian dari salah satu cara bagaimana kita memberikan perhatian kita kepada kebudayaan,” terangnya.
“Kalau kita bicara peradaban sejarah, justru posisinya ada di museum. Sekarang bagaimana menggalakkan ini, ya budgeting-nya, dan Dinas Pendidikan harus fokus. Karena kalau bicara anggaran, bahkan terkesan SILPA-nya besar. Kalau olahraga maksimal, budaya juga harus begitu. Harus berimbanglah,” pesannya.
Lebih lanjut saat dikonfirmasi terkait kurangnya edukasi budaya di lingkungan provinsi Kaltim atau pelaksana teknis terkait, dia membeberkan bahwa memang ada kekurangan, dalam hal menciptakan inovasi.
“Kalau saya lihat sekarang memang inovasi yang tidak berkembang. Mereka hanya sebatas eksis. Bagaimana berinovasi pengembangan kebudayaan ke depan belum kita lihat. Sebatas formalitas,” bebernya.
“Bagaimana museum dilakukan revitalisasi, sarana-prasarana, proses pengelolaannya, bagaimana barang-barangnya, saya pikir ini harus ada gerakan. Supaya generasi kita yang muda ini betul-betul memahami kondisi dan sejarah kita,” tambahnya.
Salehuddin menjelaskan Komisi IV sudah lama mendorong hal ini, namun Pemprov tidak mengelolanya secara maksimal. Termasuk bagaimana ritus-ritus, peninggalan-peninggalan yang ada di beberapa wilayah tidak management yang bagus.
“Misalnya di Kutai Kartanegara ada situs menarik kedua di dunia. Ada pohon ulin ratusan tahun usianya, terbengkalai di sebuah desa. Padahal itu penting sekali untuk dilestarikan. Karena di dunia hanya ada dua, Vietnam dan Indonesia,” tutup Salehuddin. (adv/dprd)