KALTIMKORANSERUYA.COM – Komisi I DPRD Bontang bersama tim asistensi Pemerintah Kota Bontang menggelar rapat pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga.
Anggota Komisi I DPRD Bontang Abdul Haris mengatakan, penyusunan Raperda ini merupakan program inisiatif DPRD yang dilatarbelakangi maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual pada anak di Bontang.
“Saat ini marak kasus kekerasan dan pelecehan baik pada anak maupun dalam rumah tangga, khususnya di Bontang, seperti soal pelecehan yang hampir tiap hari kita baca di media, Maka DPRD mengambil inisiatif menyusun Raperda ketahanan keluarga ini,” ujarnya saat ditemui usai rapat di sekretariat DPRD Bontang, Selasa (18/10/2022).
Adapun, penyusunan Raperda ketahanan keluarga tersebut saat ini masih dalam pembahasan pertama tahap penyesuaian naskah akademik untuk diselaraskan sesuai mandatori undang-undang yang ada dan diusulkan ada 44 pasal.
Selain itu, terkait naskah akademik ini, Abdul Haris meminta pandangan tim asistensi yang berkaitan dengan kordinasi lintas sektoral agar segera mengkaji sesuai mandatori undang-undang yang ada.
“Ternyata bagian hukum masih mengkaji sesuai mandatori undang-undang yang ada. Apakah judul ini menggunakan judul yang sudah ada sekarang atau diubah menggunakan judul sesuai mandatori undang-undang. Kalau saya secara pribadi saya akan mengikuti judul yang sesuai mandatori undang-undang,” timpalnya.
Politisi PKB ini juga menjelaskan, dalam Raperda pembangunan ketahanan keluarga ini nantinya akan mengatur berbagai masalah diantaranya, masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) maupun anak, kesehatan, dan pelecehan seksual.
“Jadi menurut pandangan kami (komisi 1) Raperda ini sangat penting dari sisi pembangunan ketahanan keluarga, yang mengatur berbagai masalah seperti KDRT, kesehatan, pelecehan seksual, termasuk kekerasan anak. Juga nantinya akan mengatur bantuan-bantuan baik secara psikis maupun psikologis sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan,” imbuhnya.
Diakhir, Ia berharap Raperda ini bisa segera diselesaikan, tentu dengan melibatkan berbagai stakeholder pemerintahan dan juga bagian hukum dalam penanganan masalah ini.
“Karena sejauh ini baru penyesuaian dan akan kami serahkan kembali ke tim asistensi supaya lebih berkordinasi ke leading sektor yaitu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Kami kasih jadwal satu minggu ke depan agar kordinasi dulu untuk memberi masukan terkait Raperda ini. Harapannya semoga cepat selesai,” tandasnya. (adv)